10/08/20

Pertama Kali Naik Gunung

Diposting oleh iylmagination di 00.37 0 komentar
Bermula dari keinginan mau mencoba naik gunung sejak kuliah tapi selalu urung karena Gw punya alergi dingin. Dua tahun lalu sudah merencanakan mau naik gunung Prau sendiri. Sudah survey sana sini tapi giliran mental sudah siap, pandemi datang.

Kebetulan Gw dapat info kalau ada gunung yang lebih dekat dan cocok untuk pemula seperti Gw.
Namanya Gunung Kencana. Letaknya di daerah Cisarua, Bogor.
Gw berangkat dari Kota Bogor naik ojek online sampai ke Sukasari/ Mall Ekalokasari. 
Kemudian sambung naik angkot jurusan Cisarua. Diturunin sama abangnya sebelum pasar Ciawi karena macet :(
Atas anjuran warga setempat, Gw harus naik bis jurusan Cianjur untuk melanjutkan perjalanan dengan biaya Rp. 30.000

Minta turun di Telaga Warna. Biaya masuk kawasan Telaga Warna Rp. 25.000.
Info dari Aa yang jaga, untuk sampai ke basecamp tinggal ikutin jalan aja tapi sayangnya banyak percabangan jalan dan ga ada petunjuk arah yang jelas. 
Syukurnya masih bisa nanya orang yang lewat. Patokannya Danau terus SD Cikoneng.
Sepertinya singkat ya padahal lumayan jauh haha.
Lebih menghemat waktu kalau naik motor tapi akan kesulitan karena jalan yang berbatu.

Pemandangan danau

Setibanya di basecamp, Gw beli gorengan dulu hehe. Buat teman ngopi nanti di puncak.
Terus lanjut jalan menuju pos.
Di pos ini akan diminta kartu identitas dan biaya masuk sebesar Rp. 20.000. Juga ditanya apa mau menginap atau tektok (langsung pulang).
Dan karena Gw kesini masih dalam masa new normal jadi tetap dicek suhu tubuh. Tersedia juga keran & sabun untuk cuci tangan.

Gunung ini ketinggiannya "hanya" 1803 Mdpl. Bagi pendaki yang sering wara wiri mungkin kurang tinggi ya tapi bagi yang pemula ini lumayan buat pemanasan haha.
Apalagi Gunung ini ada Tanjakan Sambalado-nya. Lumayan pedes untuk yang baru pertama kali ngejajal mendaki gunung. Tapi Gw rasa lumayan juga bagi yang sudah pro kalau lagi ga bisa jauh-jauh dan rindu alam hehe.

Tanjakan Sambalado

Tanjakan Sambalado ini berbentuk tangga yang tersusun dari kayu-kayu. Untung kesana bukan saat abis hujan. Kebayang bakal licin banget. Tanjakan ini katanya kemiringannya sampai 45 derajat. 
Waktu naik sih memang lutut sampai nyentuh dada. Apalagi ditambah bawa carrier ya :(
Salut sama pendaki lain yang bawa carrier lebih besar.

Ketika papasan dengan pendaki yang turun, mereka selalu bilang :
"dikit lagi Mba" atau "semangat Mba" 
tapi kenyataannya nafas udah engap, jantung berdebar, kaki pegel...belum juga sampe. Biar begitu Gw tetap semangat :D


Karena tanah yang licin dan Gw kurang hati-hati, Gw jatuh biarpun sudah berusaha nyamber akar pohon buat pegangan.
Alhasil dapat oleh-oleh luka & kulit yang biru-biru.

Kurang lebih 45 menit akhirnya Gw sampai di puncak.
Terus : ooooo gini rasanya kebayar capenya.

Suasana di puncak, sudah banyak yang turun

Mendung dan agak berkabut ga mengurangi kekaguman Gw sama pemandangannya.
Jarang-jarang kan liat yang ijo-ijo di Jakarta :(

Persiapan masak air buat ngopi

Setelah puas bengong Gw siapin peralatan biar masak air. Mau ngopi ceritanya :D
Sambil ngopi berbagi cerita sama pendaki yang disana.
Awan hitam udah datang kirain bakal hujan ternyata ga. Untunglah. 

Turunnya kaki gemeter dan saat perjalanan pulang harus menghadapi macet juga hujan pas sampai di kota Bogor. 
Capek banget. Badan pegel-pegel tapi pas sampai rumah sebelum tidur malah cari info gunung lain yang bisa didaki.
Jadi ini yang namanya ketagihan naik gunung hmmm lalu ke gunung mana lagi ya!?

Ngopi kuy


HBD :)

16/06/20

Diposting oleh iylmagination di 06.15 0 komentar


28/03/20

Cap Go Meh di Surakarta

Diposting oleh iylmagination di 11.25 0 komentar
Hari pertama.

Gw pergi dengan kereta dari Pasar Senen sehabis pulang kerja. Biarpun di jalan hujan deras, bermodalkan jas hujan yang udah Gw persiapkan sebelumnya Gw bisa sampai di Stasiun Pasar Senen tepat waktu. Juga sempat makan malam dulu.

Vihara Dhamma Sundara

 

Sampai di Stasiun Jebres sekitar jam 7 pagi. Dekat dari Stasiun Jebres ada Vihara Dhamma Sundara. Di dalam Vihara ini ada Candi Putih. Di depannya terdapat patung alm. Sundara Husea, beliau merupakan pendiri Vihara ini. Di altar utama Vihara rupang Buddha berciri khas rupang Thailand. Setelah Gw mencari tahu ternyata memang rupang tersebut berasal dari Thailand.

The Alana Hotel
Lokasi ambil racepack.

Museum Tumurun
Blog terpisah Gw buat untuk museum ini. Cek di psotingan sebelumnya :D

Bestik Pak Harjo

Susu Shi Jack
Mulai ga enak badan, susu jahe anget jadi pertolongan pertama. Di sini semua makanan ringannya dipajang, jadi tingal ambil aja kalau mau pesan.


Pasar Gede & Kali Pepe
Pintu masuk Pasar Gede tepat di sebrang Kantor Walikota Solo sudah ramai dihiasi lampion dan ornamen-ornamen Imlek lainnya. Termasuk pedagang-pedagang di sekitar Pasar Gede. Banyak yang menjual mainan bernuansa Imlek seperti barong mini.




Di sisi sebelahnya ada perahu (?) yang bisa dinaikin untuk melintasi Kali Pepe. Di sepanjang Kali dihiasi lampion. Katanya perahu ini memang hanya ada ketika Imlek sampai dengan Cap Go Meh.
Hari kedua.

Tujuan utama ke Surakarta ya ikut Tjolomadoerun 2020 10K.
Ini pertama kali ikut event running di luar kota. Tertarik ikut karena Tjolomadoerun turut mendukung penderita kanker, lokasinya di Solo dan karena jersey-nya warna ungu hehe. Purple lover here!
Semua di persiapin dari latihan dan jaga makan sebelum race padahal kalau lagi jalan-jalan kan maunya kulineran.
Cuma mengandalkan alarm buat bangun dan agak kesiangan dari rencana awal. Langsung pemanasan dan cuss berangkat ke lokasi.


Melewati Cap Go Meh di Surakarta harus cobain lontong Cap Go Meh. Beberapa warung makan memang hanya menjual lontong Cap Go Meh ini setahun sekali termasuk di Kafe Star ini.
Pas bayar, Gw diajak ngomong sama Aih (Ibu) yang punya warung,  katanya tempat makannya sudah ada selama 70 tahun. Ada cabang di Jakarta tapi katanya kalau mau coba rasa yang masih otentik ya harus yang di Surakarta.


Babi Kuah Pasar Gede
Babi kuah ini enak banget! Rasanya gurih terus sambelnya juga pedas. Lokasinya di deket toko Podjok, Pasar Gede.


Sate Kere Presiden Mba Tug
Jangan harap ada daging ayam atau daging kambing di sate ini. Karena sebenarnya sata ini dulu ada karena susahnya masyarakat saat itu. Pembeli bisa memilih sendiri sate yang diinginkan. Sate terdiri dari jeroan, ampas tahu atau tempe. Nantinya sate akan dibakar dan diberi saus kacang.


Orion
Toko roti ini termasuk toko yang sudah beridir sejak lama. Dibanding surabi, Gw mau bawa ini aja sebagai oleh-oleh. 


Linco
Kesini ga ada rencana banget. Iseng mampir beli surabi buat bekal di jalan.


Es Krim Tentrem
Es krim lokasinya terletak di perempatan jalan besar dekat dengan pasar Triwindu. Bisa pilih rasa es krimnya dan variannya juga beragam.


Pasar Antik Triwindu



Buku


Penginapan

Whiz Capsule Hotel, Thamrin
Biar dekat kantor Gw memutuskan menginap di sini karena kereta baru sampai jam 2 pagi :(
Ga pernah minat buat coba capsule hotel karena kayaknya Gw agak sedikit claustrophobia deh tapi mari mencoba hal yang baru.



Lampu kamar bisa diganti warnanya, tetap yaa warna ungu :P



13/02/20

Tumurun Private Museum

Diposting oleh iylmagination di 00.59 0 komentar


Dua karya seni diatas merupakan karya Wedhar Riyadi yang berjudul “Floating Eyes”. Karya seni tersebut menjadi ikonik untuk museum ini karena menjadi objek foto alias instagram-able. Alhasil karya seni ini banyak berseliweran di socmed.

Untuk berkunjung ke  Museum Tumurun caranya harus registrasi terlebih dahulu via website :

http://www.tumurunmuseum.com/

Registrasi dilakukan 7 hari sebelum waktu kunjungan. Tidak ada biaya yang dikenakan untuk pengunjung. Namun jumlah pengunjung dibatasi jadi kalau kuotanya sudah penuh bisa daftar di jam selanjutnya. Gw memutuskan untuk mengambil di sesi terakhir yakni pada pukul 12 siang.
Gw jalan kaki menuju museum ini mengikuti petunjuk Google Maps. Untungnya museum ini terletak di pinggir jalan jadi Gw tidak terlalu sulit menemukannya biarpun tidak ada plang atau tanda-tanda keberadaan museum ini.
Museum dijaga oleh satpam di depannya. Sebelum masuk, Pak Satpam akan mengecek KTP/ ID pengunjung.

Di pintu masuk akan langsung dijumpai karya seni dari bahan batu seperti di bawah ini :


Sebelum melihat karya seni, akan ada briefing terlebih dahulu. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di museum serta sedikit informasi mengenai museum. Mas guide bilang asal mula nama museum ini diambil dari kata turun temurun. Hal ini karena awalnya Pak Iwan Kurniawan Lukminto merasa sayang jika mobil koleksi ayahnya tidak cukup terawat. Jadi dibangunlah space yang besar sekaligus untuk koleksi karya seni beliau.
Bangunan terdiri dari 2 lantai. Dari hasil searching Gw, yang boleh untuk dilihat hanya lantai 1 karena terdapat karya seni old master di lantai 2 tapi beruntungnya Gw, lantai 2 sudah dibuka untuk umum.

Masuk ke dalam museum hanya diperbolehkan membawa sedikit barang ke dalam. Barang- barang lainnya di taruh di tempat penitipan. 


Seperti terlihat dari foto di atas, bangunan di desain dengan langit-langit yang tinggi, space yang memadai dan penerangan yang cukup untuk bisa mendukung pengunjung menikmati karya seni.


Tidak hanya lukisan namun terdapat juga instalasi. Foto di atas merupakan salah satu contohnya. Karya tersebut dibuat oleh Handiwirman Saputra.



"The Known and The Unknown" karya Natee Utarit seorang pelukis  dari Thailand.
Karena penjelasan lebih lanjut mengenai lukisan ini tidak tersedia maka Guide menjelaskan kepada Gw kalau maksud dari lukisan ini manusia tetap bersenang-senang meskipun tahu kalau nantinya akan mati.
Setelah Gw lihat dan pahami mungkin interpretasi Gw akan lukisan ini adalah manusia biasa yang digambarkan sebagai tengkorak seperti berlari di ruangan yang berbentuk lingkaran (tidak ada awal & akhir). Gambaran ini seperti manusia yang hidup dalam samsara yang tiada habisnya. Ini karena ketidaktahuan manusia mengakhiri samsara tersebut.
Berbeda dengan Bhante / Bikkhu yang digambarkan menaiki tangga. Ini karena Bhante tahu mengenai bagaimana mengakhiri samsara dan tujuan pencapaiannya adalah pencerahan.


Karya seni di museum ini menurut penjelasan dari Mas guide dibeli dari pameran-pameran seni seperti Art Jakarta, ArtJog dan lain-lain. Namun, ada 1 karya seni yang dibeli langsung dari pembuatnya yakni Pak Sunaryo (lihat foto di atas)




Kumpulan Hanacaraka atau aksara Jawa di atas membentuk keseluruhan lukisan pada foto di bawah ini. Keren banget ya!





Semua karya seni disertai dengan keterangan judul, pembuat dan medianya. Lebih lengkapnya lagi pengunjung dapat men-scan QR code dan akan muncul makna serta jejak prestasi pembuat karya seni tersebut. Namun, ada juga karya seni yang tidak ada QR code-nya. Ini karena karya seni tersebut masih baru.
Pengunjung bisa menanyakan langsung kepada guide makna dari karya seni tersebut.


Karya seni di museum ini di rolling. Dan yang bertindak sebagai kuratornya merupakan Pak Wawan sendiri.

Waktu yang diberikan yakni 1 jam saja rasanya tidak cukup untuk menikmati dan mempelajari semua yang ada di sini.
Mungkin kalau ada kesempatan ke Solo, Gw akan menyempatkan datang lagi kesini.


 

IYLMAGINATION Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea