16/06/22

Purwokerto dan Nikmatnya Makan Tempe di Puncak Gunung Bismo

Diposting oleh iylmagination di 08.58 0 komentar

Destinasi awal perjalanan ini adalah Prau tapi sayang sedang ditutup jadi gunung Bismo sebagai gantinya. Kelelahan karena sebelumnya bekerja, Gw ketiduran dan bangun sekitar pukul 4. Kemudian packing dengan kilat. Cukup sekitar 15 menit saja sampai semua barang masuk ke dalam carrier.

Dengan menggunakan ojek online, Gw perkirakan jarak tempuh dari rumah sampai stasiun Senen tidak sampai 30 menit di pagi buta ini sehingga masih ada sisa waktu 20 menit sampai kereta berangkat.

YM, salah satu teman perjalanan, sudah sampai di stasiun sedangkan RF, memberi kabar kalau Dia baru bangun dan bahkan belum packing. Yah. Dan I belum ada kabar. Ketiga orang ini belum saling kenal jadi mau tidak mau Gw yang mengkoordinasi mereka semua.

Gw dan YM sampai lebih awal di stasiun Purwokerto. Kami menyantap sepiring mendoan sambil menunggu I. I naik kereta yang berbeda dengan kami. I menghampiri kami bersama temannya, F. Dengan menumpang mobil F, kami diajak ke rumahnya untuk makan siang. Setelah itu diajak ke Baturraden, melihat-lihat sebentar sampai kemudian diantar ke terminal untuk naik bis ke arah Wonosobo. Terima kasih untuk F! Senang bisa mendapat teman baru :D

Bis menuju Wonosobo datang lebih cepat dari dugaan sesampai kami di terminal. Hati sudah senang berharap bisa segera sampai di penginapan tapi nyatanya kami harus menunggu lebih dari 30 menit sampai bis berangkat. 

Perjalanan ditempuh selama 3 jam dengan bangku yang sempit, udara dingin karena hujan dan harus memangku carrier. Melelahkan tapi menyenangkan.

Tiba di Wonosobo pukul 21.00. Syukurnya masih ada elf yang beroperasi. Setelah tawar-menawar dengan supir elf, kami diantar menuju Dieng dengan membayar ongkos sebesar Rp. 220.000.

Elf menembus kegelapan karena minimnya penerangan. Jika bertemu rumah warga barulah ada lampu.

Dan Gw mulai merasa dingin sampai menggigil! Belum makan malam pula.

Begitu selesai merapikan barang di kamar penginapan, kami bergegas mencari makan malam. Gw memilih untuk menyantap mie rebus. Kali ini ditambah nasi. Entah kapan terakhir kali makan mie pakai nasi. Pengetahuan akan gizi dan bertambahnya usia membuat nasi dan mie menjadi paduan yang haram untuk disantap.

RF memberi kabar baik. Akhirnya dia menyusul menggunakan bis dari Kemayoran dan sudah sampai Cirebon. Diperkirakan sampai di Dieng pukul 6 pagi.

Akhirnya Gw, I & YM naik duluan. Kami memilih jalur via Sikunang. Menuju basecamp kami menyewa ojek. Pendakian dimulai setelah melewati rumah-rumah warga dan kebun. 

Trek gunung Bismo tidak terlalu sulit untuk pemula. Petunjuk jalur juga jelas. Beberapa kali kami berhenti untuk melihat pemandangan yang indah. Juga untuk menikmati ketenangan dan udara sejuk yang susah didapat di ibukota.

Kami beruntung jalur ini tidak licin karena hujan

Gunung Bismo punya beberapa puncak. Di puncak Tugel, kami makan bekal yang dibawa RF yakni gorengan. Yang istimewa ya tempe kemul. Tempenya kecil tapi kok tidak habis-habis. Tapi tak apa, jadi cemilan sembari ngobrol dengan topik yang juga tak habis-habis.

Kami melanjutkan perjalanan kembali. Kabut mulai tampak. Kami memutuskan hanya sampai puncak Indraprasta. Terpaksa deh berpose dengan tidak ada pemandangan karena tertutup kabut.

Di puncak Indraprasta, kami bertemu dengan 2 rombongan lain. Bahkan kami semua sempat berfoto bersama padahal baru kenal ya :D

Sebelum turun, kami menyalakan kompor dan menyeduh kopi. Lagi-lagi ditemani gorengan.

Tentu saja kami mengambil banyak dokumentasi perjalanan. Merekam momen sebaik-baiknya selain dalam memori otak (dan sekarang Gw juga merekamnya dalam bentuk tulisan hehe).

Perjalanan turun tidak ada kendala. Malah lebih banyak cerita dan "ceng-cengan". Kami berpapasan dengan petani-petani yang sedang mengangkut kentang. Memang Dieng dikenal dengan kentang sebagai hasil pertaniannya. Untuk melancarkan pekerjaannya, beberapa mengendarai motor trail.

Sesampainya di desa, kami menghubungi ojek yang yang tadi mengantar kami pergi.

Perjalanan kembali dilanjutkan menuju Wonosobo. Kami akan bermalam di sana sebelum bertolak ke Jogja. Bis yang kami naiki sangat penuh. Badan bis sudah nyaris timpang. Belum lagi drama isi bensin. Di kondisi yang tidak kondusif, Gw curi dengar seorang ibu yang menasehati pengamen yang masih muda. Dalam bahasa Jawa beliau berkata lebih baik coba cari kerja biar sederhana daripada mengamen.

Berjarak dari 2 km dari alun-alun Wonosobo tempat kami menginap. Penginapannya sederhana, murah tapi bersih dan rapih. Sisi belakang kamar menghadap ke sungai serta pemandangan Dieng. Termasuk sangat mewah apalagi badan sudah lelah. Tak lupa kami memesan mie ongklok untuk makan malam. I sudah tidak bersama kami karena harus lanjut ke Purwokerto, kembali ke rumah temannya.

Pagi hari, Gw dan YM berjalan-jalan di alun-alun. Lalu membeli susu murni. Sementara RF masih di penginapan. Lalu sekitar pukul 12 siang, Gw dan YM memesan travel untuk ke Jogja. RF berangkat lebih lambat. Di sinilah kami berpisah, melanjutkan perjalanan masing-masing.

Gw ke Jogja, rencananya akan me time  dan bekerja karena tidak cuti. YM ke Jogja bertemu keluarganya dan akan melanjutkan perjalanan ke Gresik. I masih di Purwokerto dan akan menuju ke Jogja begitu juga RF akan menuju Jogja tapi dengan agendanya sendiri.

***

Mengambil istilah yang digunakan jaman sekarang : "healing". Menghabiskan waktu di alam dan bertukar cerita merupakan salah satu jalan untuk healing. 

Namun, sejatinya healing sejatinya bisa didapat dari kedamaian dari dalam diri. Melihat apa yang muncul dan pergi di dalam pikiran. Sehingga healing bukan menyoal tempat tapi caranya.

04/05/22

Sehari di Tana Toraja

Diposting oleh iylmagination di 00.21 0 komentar
Sarapan kali ini terasa berbeda. Sambil menyantap roti dan coklat panas di sebuah minimarket di Rantepao, terdengar sayup-sayup suara pendeta menyampaikan khotbah dari suatu gereja. Biarpun berbanding terbalik dengan kondisi di Jakarta tapi Gw sangat yakin ini bukan bagian dari halusinasi karena kondisi yang kurang fit akibat semalam tidur tidak nyenyak.
Gw berangkat dari Makassar pukul 21.30 naik bis Litha dengan biaya tiket Rp. 200.000. Kebetulan kursi di samping Gw kosong tapi walau mendapat ruang yang lega nyatanya tetap tidak mendukung kualitas tidur Gw. Mungkin ada pengaruh karena perasaan was-was ke tempat baru apalagi berapa kali sinyal handphone tidak ada. Setidaknya Gw tidak mual atau lebih parahnya lagi muntah.
Makassar-Toraja ditempuh selama 8 jam sehingga sampai di Rantepao kurang lebih pukul 6 pagi.
Begitu memasuki Toraja, tampak rumah warga selalu ada desain membentuk salib. Tentu saja gereja sangat banyak. Terlebih dengar khotbah pagi-pagi dengan pengeras suara, bukan kondisi yang biasa Gw jumpai sehari-hari.


1. Kaana Toraya Coffee

Gw berjalan kaki dari kantor polsek Rantepao, tempat pemberhentian bis, menuju ke Kaana Toraya. Di tengah-tengah perjalanan, Gw membeli kartu sim dengan provider lain yang Gw harapkan sinyalnya akan lebih baik dari kartu sim utama Gw.

Gw memesan kopi juga nasi goreng. Rasanya roti tadi tidak cukup untuk sarapan hehe. Kopinya enak juga suasana tempatnya. Kedai kopi ini direkomendasikan oleh seorang teman. Terima kasih rekomendasinya, R!

pintu masuk Kaana Toraya

2. Pasar Tedong Bolu

Gw baru tahu saat itu juga kalau sedang ada hari pasar di Bolu. Sebelum pergi, Gw membeli kopi bubuk untuk bekal ngopi di rumah.
Pasar Bolu dapat dijangkau dengan angkot. Angkot di Toraja sekilas seperti mobil pribadi tapi plat-nya berwarna kuning. Ongkosnya berkisar Rp. 5000-10.000. 

Angkot tidak bisa sampai di pasar persis. Lokasi terdekat adalah turun di jembatan Bolu lalu berjalan kaki. Pasar ini terletak di tanah kosongPasar didominasi oleh laki-laki. Pasar ini khusus diselenggarakan untuk jual-beli kerbau. Dalam bahasa Toraja tedong berarti kerbau.

Sebenarnya sudah pernah tahu soal harga kerbau Toraja yang fantastis tapi baru ini melihat langsung bentuknya. Menurut salah seorang warga yang Gw tanya, makin unik warna badan dan mata kerbau makin mahal-lah harga jualnya. Oya, Gw baru tahu ada kerbau yang matanya putih.

penjual kerbau menanti pembeli

3. Ke'te Kesu'

Ke'te Kesu' sangat ramai hari itu. Sudah dapat diprediksi dari antrian panjang di loket tiket. Setelah menyerahkan uang Rp. 15.000 untuk tiket masuk, Gw bisa melihat tongkonan. Dari tongkonan jalan kaki menuju belakang toko-toko souvenir maka akan ditemui kuburan yang berbentuk rumah dan jika berjalan lagi kuburan yang diletakkan di tebing. Kuburan yang berbentuk rumah katanya biasanya untuk yang 1 keluarga. Banyak karangan bunga dibiarkan terletak di sekitar kuburan.

Kuburan yang terletak di tebing dilalui dengan menaiki anak-anak tangga yang sempit juga sedikit licin. Setelah naik tangga, lurus terus akan ditemui goa di ujung jalan. Terdapat guide yang siap mengantar ke dalam. Cukup membayar dengan seikhlasnya untuk jasa guide tapi ditarik biaya Rp. 30.000 untuk sewa senter. Gw sempat bercanda kalau pakai senter dari handphone saja tapi sepertinya mereka lagi tidak mau bercanda karena mukanya datar haha. Gw sebenarnya penasaran tapi campur takut karena gelap dan suasana yang mistis. Belum lagi Gw seorang diri, tidak ada pengunjung lain.

jalan masuk menuju goa

wadah biaya masuk goa ditaruh di depan goa

Gw ngopi sebentar di kedai kopi sebelum melanjutkan perjalanan ke Desa Lemo. Kedai ini mengarah langsung ke tebing. Ngopi dengan pemandangan masa depan :)

4. Kuburan Batu Lemo

Matahari tepat di atas kepala waktu Gw menuju Lemo. Hasil dari ngobrol dengan supir angkot, Gw disarankan untuk makan siang dulu di warung. Katanya pamarrasannya enak. Dan betul enak! Gw pesan pantollo pamarrasan. Pamarrasan itu kluwek kalau di Jawa makanya tampilan masakan ini berwarna hitam. Olahan pamarrasan ada banyak sebenarnya tapi Gw memilih yang belut. Untuk minumnya Gw pilih jus tamarillo atau jus terong belanda. Seger!

pantollo pamarrasan

Selama makan Gw berbincang dengan pemilik tempat makan. Kebetulan saat itu sedang sepi pelanggan. Mungkin karena tampilan Gw yang 'turis banget' dengan carrier segede gaban. Jadi, beliau bertanya Gw darimana dan percakapan pun bergulir ke topik-topik lain.

Tidak jauh dari tempat makan itu, sudah jalan masuk menuju kuburan batu. Bisa jalan kaki atau naik ojek. Masuk ke lokasi dikenai biaya sebesar Rp. 5.000 saja.

Berbeda dengan Ke'te Kesu, di sini sangat sepi. Gw satu-satunya pengunjung. Lagi-lagi Gw merasa serem apalagi berlama-lama. Kuburan tebing di sini dekat dengan persawahan. Pemandangannya indah.


Untuk keluar ke arah jalan besar, Gw kembali berjalan kaki. Kemudian disapa oleh seorang pria, ditanya akan kemana. Gw bilang : "Mau ke patung Yesus". Beliau menawarkan tumpangan karena katanya searah dengan tujuannya. Dengan naik VW, Gw diantar ke patung Yesus yang ternyata disebut Burake. 
Beliau juga bukan hanya mengantar di jalan masuk tapi akhirnya ikut sampai ke atas. Jalanan menuju patung berkelok-kelok dan elevasinya lumayan. 
Memang patung ini lokasinya tinggi dan pemandangannya bagus sekali! 

mulai mendung

Tiba-tiba langit jadi mendung dan angin bertiup kencang. Untung sudah puas mengambil gambar. Buru-buru kami turun dan karena Gw tidak menginap di Toraja, jadi Gw langsung menuju tempat bis. Kembali Gw diantar oleh pria tersebut. Baiknya :')
Semoga perbuatan baiknya diberi balasan oleh semesta!

Atas rekomendasi supir ojek online, Gw mencoba bis Primadona untuk menuju Makassar. Lagi-lagi Gw kehabisan jenis sleeper :(
Dan karena pengalaman kurang tidur, Gw memutuskan untuk upgrade. Gw lupa jenis bangkunya, yang Gw ingat hanya Gw harus menambah Rp. 50.000 lagi dari jenis standar. Dan beruntungnya Gw, tiba-tiba kursi Gw ditukar dengan yang paling depan! Lumayan lebih lega dan kan asyik bisa lihat pemandangan biarpun gelap ya.
Gw pun tidur nyenyak sepanjang jalan.


Sampai di Makassar masih pagi buta, Gw memutuskan untuk ngopi dan makan mie instan sambil bertukar cerita dengan bapak penjaga warung. Selama di Toraja juga Gw banyak ngobrol dengan warga lokal. Kebanyakan mereka kaget kenapa Gw berani bisa pergi sendiri ke Toraja. 
Awalnya Gw menjelaskan panjang lebar tapi akhirnya Gw jawab kenapa harus takut kan immanuel.

Immanuel, Tuhan beserta kita :)

31/03/22

Diposting oleh iylmagination di 00.58 0 komentar

 Cita-citaku ingin jadi simbah2 yg suka naik sepeda & punya warung soto

Jakarta, 31 Maret 2022. Ditulis saat sedang bekerja sembari berkontemplasi tentang tujuan hidup.

 

12/03/22

Bersepeda ke Selopamioro

Diposting oleh iylmagination di 00.54 0 komentar

Semenjak bisa mengendarai sepeda, agenda Gw tiap berlibur adalah bersepeda. Setelah Bali, kali ini Gw jajal bersepeda di Jogja. Sebuah manifesting yang terwujud waktu melihat media sosial orang-orang yg bersepeda di alun-alun kidul dan sebuah komunitas sepeda di Jakarta yang bersepeda ke Selopamioro.

Komunitas inilah yang menginspirasi destinasi bersepeda Gw kali ini yakni Selopamioro.

Selopamioro merupakan sebuah desa di wilayah Bantul. Gw tertarik karena wilayahnya yang asri. Sepertinya seru ya bersepeda melewati sawah-sawah, lihat sungai dan  melewati jembatan.

Jaraknya juga tidak terlalu jauh. Kalau lihat rute dari  Stravanya teman yang sudah pernah ke sana sih cuma 40 km pulang-pergi. Dia berangkat dari Prawirotaman yang artinya jarak tempuh tidak akan berbeda jauh karena penginapan Gw ada di Mantrijeron. Terakhir kali jarak terjauh Gw adalah 60 km. Jadi, ini masih cetek lah hehe.

Gowes belum jauh, sepeda Gw tiba-tiba ada yang aneh. Syukurnya tidak lama langsung ketemu bengkel sepeda. Jadilah Gw baru mulai jalan pukul 9. Gw lumayan ngebut di awal apalagi rute yang Gw lewati jalan besar tapi tidak  padat merayap. 

Gw sempat salah baca maps yang udah Gw simpan  sebelumnya dan karena males untuk benerinnya, Gw memutuskan untuk cari jalan lain. 

Awalnya masuk perkampungan tapi begitu ada sawah rasanya senang banget! Di Bali juga ngelewatin sawah sih tapi ini luas banget, sejauh mata memandang. Makin semangat Gw gowesnya untuk sampai tujuan. Sehabis dari persawahan, masuk ke wilayah yang kiri kanannya pohon semua sampai agak gelap. Wih seru! Maklum ya jarang-jarang yang seperti itu di Jakarta hehe.

Melewati jembatan gantung pengkol Imogiri tapi ternyata lihat di maps lebih mudah kalau lurus terus dari jembatan. Alasan aja sih supaya dua kali lewat jembatan hehe. Seru sih!

Gw berhenti sebentar di warung untuk makan siang. Lagipula koneksi internet tiba-tiba hilang.

Sembari makan mie instan rebus, Gw bertukar cerita dengan "Mas-mas" kurir yang juga lagi ngopi. Begitu Gw cerita soal klitih yang ramai di media sosial, si Mas ini ketawa. Taunya dia dulu sempat ikut karena peer pressure di sekolahnya. "Sekolah Saya yang terkenal dengan tattoo hello kitty itu lho, Mbak", katanya agak malu tapi ada sedikit nada bangga.

Waduh! Untung ga sok tahu dan ngomong aneh-aneh tadi soal klitih.

Biarpun koneksi internet tidak ada tapi banyak warung yang menyediakan WIFI termasuk warung tempat Gw makan. Numpang WIFI sebentar lalu lanjut gowes lagi.

Kurang dari 30 menit sampai deh! 



Gw mengambil rute yang berbeda untuk jalan pulang supaya bisa lihat sisi yang lain. Brongkosnya Kedai Rukun jadi motivasi gowes selanjutnya. Sampai di Kedai Rukun, di Strava total jarak tempuh 61 Km.

Sepeda sebagai moda transportasi selama di Jogja sangat Gw rekomendasikan, karena :

1. Minim diklakson. 

Betapa stresnya gowes di Jakarta. Sudah minggir, sudah hati-hati tapi tetap diklakson! Kondisi ini tidak Gw temui di Jogja. Mungkin ini karena memang sudah kebiasaan masyarakat Jogja jarang membunyikan klakson. Tapi Gw ada dua kali diklakson oleh mobil pribadi. Waktu Gw lihat plat nomornya hmm plat B. Plat nomor wilayah mana ya itu...

2. Banyak pengendara sepeda

Pengendara sepeda beragam dari yang muda sampai simbah-simbah, dari sepeda hits sampai ke sepeda tua. Ini didukung juga dengan jalanan yang ramah untuk pesepeda. Seperti di kota Jogja, misalnya disertai rute yang aman untuk pesepeda. Banyak rambu yang bertuliskan rute alternatif sepeda. Amsterdamnya Indonesia itu Jogja ya jangan-jangan?

3. Sewa sepeda murah

Sebagai perbandingan, biaya sewa seminggu di Jogja sama dengan biaya sewa 3 hari di Bali. Ini sudah termasuk lampu depan & belakang, helm, gembok juga biaya antar-jemput.

Lain kali kalau Gw punya kesempatan bersepeda ke Jogja, Gw akan ke Nawang Jagad. Atau kalau kemampuan sudah mumpuni, mau ke pantainya.

Semoga ya!




 

IYLMAGINATION Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea