Aku sudah lama tidak
memikirnya, merindunya ataupun melihatnya. Dan memang kuhindari itu.
Namun, kemarin malam
aku memimpikannya. Dalam mimpi itu ia tersenyum, mendekat kepadaku, dan
berbicara. Hal yang sudah lama tidak terjadi selama setahun ini.
Pertengkaran hebat
setahun lalu membuat kami saling menjauh. Dan semenjak itu, aku berusaha tidak
mencari tahu tentangnya. Aku takut sakit itu kembali datang. Biarlah dia
mengurus hidupnya sendiri. Aku tidak perlu tahu lagi tentang dia. Terkadang
kita tidak harus tahu semuanya, karena dengan mengetahuinya justru membuat dada
sesak.
Dan sampai memasuki
bangku kuliah, aku masih melakukannya. Meskipun saat ini mimpi itu mengganggu.
Membuat rasa rinduku tumbuh sedikit demi sedikit. Mungkinkah dia merindukan ku?
Bukankah begitu kata orang kalau kita tidak memikirkan seseorang namun ia muncul
dalam mimpi maka orang itulah yang merindukan kita? Ah...tidak.
Hari ini hari Minggu
tapi kali ini aku hanya menghabiskannya dirumah. Tidak ada kegiatan membuat
mimpi itu kembali terbayang. Aku menekan tombol di layar handphone. Biarpun
sudah kuhapus kontaknya tapi secara otomatis jariku sudah tahu harus menekan
nomor berapa. Ah! Tersambung.
"Haloooo..",
katanya dengan nada suara yang riang, sepertinya dia sedang senang. Syukurlah.
"Halooo",
katanya lagi.
"Halo ?".
Iyaa halo, kataku dalam hati. *beep* dia menutup telepon. Mengapa tak sepatah
kata pun yang keluar dari mulut ku?. *kriiiing* Dia menelepon balik. Tapi tidak
ada suara. Sepertinya, dia ingin aku yang menjawab. Aku diam. "Halo?",
akhirnya dia bersuara. *beep* kali ini aku yang menutup. Dia menelepon untuk
yang kedua kali tapi lekas aku tutup. Dia penasaran. Dia tidak tahu ini aku,
aku mengganti nomorku sebulan yang lalu.
Aku senang mendengar
suaranya. Rinduku pun semakin membuncah.
*kriing* Kukira dia tapi ternyata temanku yang menelepon.
"Ehhh Vo!!
Dimana lo??? Beneran ga jadi nih ke JakFest? Nyusul lah", teriak Lulu
melawan suara bising di sekitarnya.
"Iya deh jadi,
gw nyusul ya". Rencana ku berubah seiring dengan perasaan ku.
"APAAN??".
*beep* sepertinya lebih baik aku mengirim pesan singkat kepada Lulu.
Di tengah keramaian
orang, aku melihatnya. Berdiri bersama teman-temannya. Dia tampak lebih stylish
sekarang. Haruskah aku menemuinya? Lalu apa yang akan kukatakan? Atau haruskah
aku mengirimnya pesan?
Terlalu lama
berpikir akhirnya dia pergi tertelan kerumunan orang. Melawan gengsi akhirnya
aku mengirimnya pesan.
Ga bisa kurang lama berdirinya? Kangennya belum abis.
Terkirim. Kemudian aku beranjak dan memutuskan pulang. Tidak ada balasan.
Biarlah, aku sudah
sangat senang mendengar suaranya hari ini. Juga melihatnya. Kebetulan-kebetulan
ini, apa semesta merencanakannya agar aku kembali padanya?
Hari Minggu
berikutnya, aku akhirnya mengirim sebuah pesan setelah berpikir sekian lama.
Hey,
Rama. Aku ada di The Latte&mate Coffee. Kalau ada waktu kesini ya tapi
kalau ga bisa gapapa.Ivo.
Ok. Tunggu, balasnya kemudian.
Aku sudah memakan 2
cake. Bukan karena lapar, aku gelisah. Jantungku berdegup dengan kencang.
Mungkinkah dia benar-benar datang?
Saat pintu coffee
shop terbuka, saat itulah aku rasanya ingin melompat. Dia benar-benar datang.
Dia menatap sekeliling ruangan. Lalu mata kami bertemu. Kami tersenyum.
"Hai, maaf
menunggu", katanya memulai.
"Hai.
Gapapa".
"...".
"...".
Kemudian kami hanya diam. Hanya saling memandang.
"Jadi, umm aku
mesen dulu deh", dia coba memecahkan kesunyian. Aku mengangguk.
Aku harus mulai
darimana? Apa pula tujuan ku mengajaknya kesini? Aku belum memikirkannya.
Suasana tidak
berubah setelah ia memesan kopi dan kembali duduk. Bahkan sampai kopi dan cake
kami habis.
"Jadi kamu
minta aku kesini hanya untuk liat-liatan?".
"...". Aku
menunduk.
"Haduh..kamu ga
berubah. Tetap saja gengsian dan...cantik", katanya sembari senyum.
Aku juga tersenyum.
"Terima kasih".
"Aku kangen
kamu", ujarku lirih.
"Aku tahu. Aku
kan ngangenin hahaha". Candaannya membuat kekakuanku berkurang.
"Waah..kangen
aku terbalas ya?! Aku juga kangen kamu. Jangan menghilang lagi ya?".
"Iya ga
akan", jawabku,"Ram, bisa ga kita sama-sama lagi kayak dulu?".
Tembok harga diriku runtuh.
"Maaf Vo, kalau
soal itu aku belum bisa. Aku masih melihat gengsi mu yang besar itu sampai saat
ini. Biarpun kamu akhirnya bilang kayak gitu barusan. Tapi mari kita mulai
semua dari awal. Sama seperti dulu saat kita berteman"
"...".
0 komentar:
Posting Komentar