17/01/23

Dinginnya Sa Pa, Vietnam Bagian Utara

Diposting oleh iylmagination di 07.39 0 komentar

Gunung Fansipan

Sa Pa merupakan tujuan utama Gw saat memutuskan untuk ke Vietnam. 

Setibanya di bandara Noi Ban, Hanoi, Gw mencari transportasi menuju tempat pemberangkatan bis. Gw memesan ojek online melalui Grab tapi driver memanggil ojek lainnya. Dengan bahasa tubuh, sepertinya driver yang akan mengantar Gw adalah ojek satunya ini. Tentu saja Gw menolak karena alasan keamanan. Gw mau identitas dan plat nomor yang sama dengan yang di aplikasi sehingga kalau terjadi kejadian yang tidak diinginkan bisa lebih mudah di-track. Gw mencoba opsi lain yakni dengan taksi online tapi waktu tunggu yang lumayan lama. Sebenarnya ada bis yang tersedia tapi berkali-kali bertanya ke orang Gw bingung karena kendala bahasa. Kendala bahasa dan penerbangan yang delay, jadi penyebab Gw hampir 1 jam di bandara. Namun, akhirnya Gw berhasil naik bis no. 86 yang waktu ngetemnya lama sekali.

Di Google Maps, jarak bandara dan tempat pemberangkatan hanya 45 menit tapi karena bis ngetem, alhasil Gw baru sampai pukul 22.15 sedangkan waktu berangkat 22.00. 

Raut muka kesal kentara sekali saat Gw menyebut tujuan bis Gw di tempat keberangkatan. Salah satu laki-laki langsung memberikan Gw helm dan meminta Gw naik motornya. Ternyata bis sudah berangkat dan terpaksa harus dikejar dengan motor. Selama di jalan, si Bapak mengeluh keterlambatan Gw dan nomor Gw yang tidak bisa dihubungi. Gw merasa tidak enak karena Gw juga tidak mengerti kenapa tidak ada telepon yang masuk dan baru ada pemberitahuan telepon masuk ketika Gw sampai di tempat pemberangkatan. Gw pun mengucap maaf berkali-kali.

Bis berhasil dikejar. Setelah melepas sepatu dan memasukkannya ke plastik kresek yang diberikan supir bis, Gw bergegas masuk ke bagian belakang bis yang masih kosong. Dengan harga sebesar Rp. 153,381, kondisi bis tidak bisa dibilang baik atau buruk terlebih Gw banyak menghabiskan waktu dengan tidur. Gw memesan melalui Bookaway, 

Pukul 6 pagi akhirnya sampai di Sa Pa. Dingin banget! Sa Pa masih gelap dan diselimuti kabut tebal. Sambil menahan dingin, Gw berjalan menuju Sun Plaza. Gw berhenti sebentar saat melewati danau. Pemandangannya bagus. Sesekali Gw melihat sekitar karena was-was. Setelah melewati danau, masuklah ke kawasan pertokoan. Beberapa orang sedang berbenah untuk membuka tokonya. Gw memutuskan untuk sarapan di salah satu restoran yang sudah buka.

Gw menyantap pho & kopi vietnam. Senang bisa mencicipinya di negara asalnya. Kopinya datang bersama dengan lilin kecil supaya kopi tetap hangat. Gw tidak terlalu menikmati karena masih berusaha beradaptasi dengan dinginnya cuaca. Apalagi Gw mempunyai alergi dingin. Gw cek aplikasi di HP dan ternyata suhu 8°C. Jauh berbeda dengan suhu yang selama ini Gw amati sebelum berangkat yakni rata-rata 13°C.

Gw kembali melanjutkan perjalanan setelah yakin agak bisa beradaptasi dengan dingin dan saat itu sudah pukul 7 lewat. Sesampainya di Sun Plaza, sudah banyak orang yang antri tapi ternyata itu untuk yang sudah booking. Pembelian tiket umum baru dibuka pukul 8.00. Lima belas menit lagi Gw gunakan untuk sikat gigi & cuci muka di toilet hehe.

Tiket dijual dibagi menjadi 4 bagian :

  1. Tiket kereta (PP) : VND 99,000 (Rp. 65,000)
  2. Tiket cable car (PP) : VND 737,000 (Rp. 489,000)
  3. Tiket kereta turun : VND 79,000 (Rp. 52,000)
  4. Tiket kereta naik : VND 99,000 (Rp. 65,000)
Arsitektur bergaya Eropa karena pernah dijajah Prancis

Untuk tiket turun/ naik bisa dibeli nanti saat di atas. Rekomendasi dari internet, sebaiknya untuk turun/ naik tidak menggunakan kereta supaya bisa lebih mengunjungi patung Buddha & Dewi Kwan Im. Tapi baru turun dari cable car saja Gw langsung berpikir untuk membeli tiket kereta naik & turun. Ini karena Gw merasa ga kuat untuk menahan dingin.

Kondisi cuaca buruk saat itu karena kabut sangat tebal & gerimis sehingga mengurangi pemandangan. Namun, ini membuat Fansipan seperti magical. Seperti memasuki dunia khayal.

Di bawah aja badan Gw sudah gemetar apalagi di ketinggian 3143 mdpl! Untungnya naik turun tangga bisa membuat badan Gw sedikit hangat tapi masalah berikutnya adalah kelelahan. Anak tangga yang banyak dan ditambah bawa 2 tas membuat Gw harus nyicil nafas.


Fansipan ini merupakan puncak tertinggi Indochina dan wilayahnya dekat dengan perbatasan Cina. Terdapat beberapa kuil di sini dengan persembahan untuk dewa-dewi juga lengkap juga kebersihannya terjaga.

Salah satu altar Buddha

Gw memutuskan untuk turun karena sudah pukul 12 dan kabut juga belum juga hilang. Namun, sayangnya ketika Gw sudah di cable car, cuaca sudah cerah. Gapapa, jadi Gw tidak melewatkan lanskap bagus dari cable car.

Kabut mulai hilang ketika turun

Cat-cat Village

Gw menuju ke desa Cat-cat setelah check-in hotel. Desa ini berjarak sekitar 3 km dari hotel dengan kontur jalan yang menurun. Sepanjang jalan banyak dijumpai toko pakaian tradisional suku Hmong. Suku Hmong ini adalah sub-grup dari suku Miao yang berasal dari Cina. Pakaian mereka sangat detail dan berwarna.
Penjual souvenir

Untuk masuk ke desa ini dikenakan biaya sebesar VND 90.000 (Rp. 60,000). Sepanjang jalan, banyak pedagang yang menjual souvenir dan makanan khas. Salah satunya kerajinan perak dan Gw menemukan kalung yang Gw mau. Susah banget carinya di Jakarta. Terakhir Gw lihat di Singkawang dan Gw malah tidak beli.
Quan Am dalam bahasa Vietnam

Gw tidak melanjutkan perjalanan lagi karena telapak kaki Gw agak sakit dan takut kemalaman. 
Sa Pa sangat meriah pada malam hari. Mayoritas restoran dihiasi dengan lampu warna-warni. Tambah meriahnya lagi karena hiasan Natal.
Di Vietnam, Natal bukan hari libur tapi tidak ada larangan untuk merayakan hari Natal. Di tengah kota Sa Pa bahkan sedang dibangun panggung besar untuk menyambut Natal.

Suhu turun menjadi 7°C dan Gw memutuskan mencari makan yang lebih hangat tapi bukan pho. Gw memilih random tempat makan dan menunjuk salah satu menu dengan gambar yang Gw kira sop. Ternyata itu adalah bubur babi. Rasanya lumayan dan pas untuk suhu yang dingin.

Jalur kereta menuju/ dari Sa Pa.

Kemudian Gw ke Cong Caphe. Sebenarnya tidak masuk ke itinerary tapi Gw lihat kafe ini selalu ramai. Konsepnya unik. Interiornya seperti kembali ke jaman dulu dengan dihiasi banyak bendera Vietnam & komunis. Staff-staffnya juga berseragam ala militer.


Hari terakhir

Sebenarnya Gw nyaman di Sa Pa tapi suhunya yang dingin membuat Gw mau buru-buru pulang saja. Di hari terakhir ini Gw habiskan dengan berkeliling danau dan jajan chestnut cake.  Gw juga sarapan pho di resto yang pemandangannya ke arah Cat-cat Village. Tidak lupa Gw beli bahn mi buat bekal di jalan.

Bis yang menuju Hanoi berangkat pukul 11.00. Kali ini Gw mencoba armada bis dari Sao Viet. Banyak review positif untuk Sao Viet dan kebetulan jadwalnya cocok. Fasilitas dan kondisi bis tidak berbeda jauh dengan armada sebelumnya. Ongkos bis kali ini sebesar Rp. 225,269.

Melewati danau menuju tempat pemberangkatan bis

Penginapan

Gw menginap di Sapa Center View Hotel. Menurut Gw dengan perbandingan lokasi dan harga, penginapan ini sudah cukup oke. Tempatnya pun bersih dan beruntung Gw dapat yang double bed jadi Gw dapat 2 selimut. Gw kaget dengan jumlah pasta gigi & sikat gigi yang tersedia. Biasanya selalu dikasih pas tapi ini lebih. Ada sekitar masing-masing 10 biji. Shower juga berfungsi dengan baik untuk air panasnya.

16/06/22

Purwokerto dan Nikmatnya Makan Tempe di Puncak Gunung Bismo

Diposting oleh iylmagination di 08.58 0 komentar

Destinasi awal perjalanan ini adalah Prau tapi sayang sedang ditutup jadi gunung Bismo sebagai gantinya. Kelelahan karena sebelumnya bekerja, Gw ketiduran dan bangun sekitar pukul 4. Kemudian packing dengan kilat. Cukup sekitar 15 menit saja sampai semua barang masuk ke dalam carrier.

Dengan menggunakan ojek online, Gw perkirakan jarak tempuh dari rumah sampai stasiun Senen tidak sampai 30 menit di pagi buta ini sehingga masih ada sisa waktu 20 menit sampai kereta berangkat.

YM, salah satu teman perjalanan, sudah sampai di stasiun sedangkan RF, memberi kabar kalau Dia baru bangun dan bahkan belum packing. Yah. Dan I belum ada kabar. Ketiga orang ini belum saling kenal jadi mau tidak mau Gw yang mengkoordinasi mereka semua.

Gw dan YM sampai lebih awal di stasiun Purwokerto. Kami menyantap sepiring mendoan sambil menunggu I. I naik kereta yang berbeda dengan kami. I menghampiri kami bersama temannya, F. Dengan menumpang mobil F, kami diajak ke rumahnya untuk makan siang. Setelah itu diajak ke Baturraden, melihat-lihat sebentar sampai kemudian diantar ke terminal untuk naik bis ke arah Wonosobo. Terima kasih untuk F! Senang bisa mendapat teman baru :D

Bis menuju Wonosobo datang lebih cepat dari dugaan sesampai kami di terminal. Hati sudah senang berharap bisa segera sampai di penginapan tapi nyatanya kami harus menunggu lebih dari 30 menit sampai bis berangkat. 

Perjalanan ditempuh selama 3 jam dengan bangku yang sempit, udara dingin karena hujan dan harus memangku carrier. Melelahkan tapi menyenangkan.

Tiba di Wonosobo pukul 21.00. Syukurnya masih ada elf yang beroperasi. Setelah tawar-menawar dengan supir elf, kami diantar menuju Dieng dengan membayar ongkos sebesar Rp. 220.000.

Elf menembus kegelapan karena minimnya penerangan. Jika bertemu rumah warga barulah ada lampu.

Dan Gw mulai merasa dingin sampai menggigil! Belum makan malam pula.

Begitu selesai merapikan barang di kamar penginapan, kami bergegas mencari makan malam. Gw memilih untuk menyantap mie rebus. Kali ini ditambah nasi. Entah kapan terakhir kali makan mie pakai nasi. Pengetahuan akan gizi dan bertambahnya usia membuat nasi dan mie menjadi paduan yang haram untuk disantap.

RF memberi kabar baik. Akhirnya dia menyusul menggunakan bis dari Kemayoran dan sudah sampai Cirebon. Diperkirakan sampai di Dieng pukul 6 pagi.

Akhirnya Gw, I & YM naik duluan. Kami memilih jalur via Sikunang. Menuju basecamp kami menyewa ojek. Pendakian dimulai setelah melewati rumah-rumah warga dan kebun. 

Trek gunung Bismo tidak terlalu sulit untuk pemula. Petunjuk jalur juga jelas. Beberapa kali kami berhenti untuk melihat pemandangan yang indah. Juga untuk menikmati ketenangan dan udara sejuk yang susah didapat di ibukota.

Kami beruntung jalur ini tidak licin karena hujan

Gunung Bismo punya beberapa puncak. Di puncak Tugel, kami makan bekal yang dibawa RF yakni gorengan. Yang istimewa ya tempe kemul. Tempenya kecil tapi kok tidak habis-habis. Tapi tak apa, jadi cemilan sembari ngobrol dengan topik yang juga tak habis-habis.

Kami melanjutkan perjalanan kembali. Kabut mulai tampak. Kami memutuskan hanya sampai puncak Indraprasta. Terpaksa deh berpose dengan tidak ada pemandangan karena tertutup kabut.

Di puncak Indraprasta, kami bertemu dengan 2 rombongan lain. Bahkan kami semua sempat berfoto bersama padahal baru kenal ya :D

Sebelum turun, kami menyalakan kompor dan menyeduh kopi. Lagi-lagi ditemani gorengan.

Tentu saja kami mengambil banyak dokumentasi perjalanan. Merekam momen sebaik-baiknya selain dalam memori otak (dan sekarang Gw juga merekamnya dalam bentuk tulisan hehe).

Perjalanan turun tidak ada kendala. Malah lebih banyak cerita dan "ceng-cengan". Kami berpapasan dengan petani-petani yang sedang mengangkut kentang. Memang Dieng dikenal dengan kentang sebagai hasil pertaniannya. Untuk melancarkan pekerjaannya, beberapa mengendarai motor trail.

Sesampainya di desa, kami menghubungi ojek yang yang tadi mengantar kami pergi.

Perjalanan kembali dilanjutkan menuju Wonosobo. Kami akan bermalam di sana sebelum bertolak ke Jogja. Bis yang kami naiki sangat penuh. Badan bis sudah nyaris timpang. Belum lagi drama isi bensin. Di kondisi yang tidak kondusif, Gw curi dengar seorang ibu yang menasehati pengamen yang masih muda. Dalam bahasa Jawa beliau berkata lebih baik coba cari kerja biar sederhana daripada mengamen.

Berjarak dari 2 km dari alun-alun Wonosobo tempat kami menginap. Penginapannya sederhana, murah tapi bersih dan rapih. Sisi belakang kamar menghadap ke sungai serta pemandangan Dieng. Termasuk sangat mewah apalagi badan sudah lelah. Tak lupa kami memesan mie ongklok untuk makan malam. I sudah tidak bersama kami karena harus lanjut ke Purwokerto, kembali ke rumah temannya.

Pagi hari, Gw dan YM berjalan-jalan di alun-alun. Lalu membeli susu murni. Sementara RF masih di penginapan. Lalu sekitar pukul 12 siang, Gw dan YM memesan travel untuk ke Jogja. RF berangkat lebih lambat. Di sinilah kami berpisah, melanjutkan perjalanan masing-masing.

Gw ke Jogja, rencananya akan me time  dan bekerja karena tidak cuti. YM ke Jogja bertemu keluarganya dan akan melanjutkan perjalanan ke Gresik. I masih di Purwokerto dan akan menuju ke Jogja begitu juga RF akan menuju Jogja tapi dengan agendanya sendiri.

***

Mengambil istilah yang digunakan jaman sekarang : "healing". Menghabiskan waktu di alam dan bertukar cerita merupakan salah satu jalan untuk healing. 

Namun, sejatinya healing sejatinya bisa didapat dari kedamaian dari dalam diri. Melihat apa yang muncul dan pergi di dalam pikiran. Sehingga healing bukan menyoal tempat tapi caranya.

04/05/22

Sehari di Tana Toraja

Diposting oleh iylmagination di 00.21 0 komentar
Sarapan kali ini terasa berbeda. Sambil menyantap roti dan coklat panas di sebuah minimarket di Rantepao, terdengar sayup-sayup suara pendeta menyampaikan khotbah dari suatu gereja. Biarpun berbanding terbalik dengan kondisi di Jakarta tapi Gw sangat yakin ini bukan bagian dari halusinasi karena kondisi yang kurang fit akibat semalam tidur tidak nyenyak.
Gw berangkat dari Makassar pukul 21.30 naik bis Litha dengan biaya tiket Rp. 200.000. Kebetulan kursi di samping Gw kosong tapi walau mendapat ruang yang lega nyatanya tetap tidak mendukung kualitas tidur Gw. Mungkin ada pengaruh karena perasaan was-was ke tempat baru apalagi berapa kali sinyal handphone tidak ada. Setidaknya Gw tidak mual atau lebih parahnya lagi muntah.
Makassar-Toraja ditempuh selama 8 jam sehingga sampai di Rantepao kurang lebih pukul 6 pagi.
Begitu memasuki Toraja, tampak rumah warga selalu ada desain membentuk salib. Tentu saja gereja sangat banyak. Terlebih dengar khotbah pagi-pagi dengan pengeras suara, bukan kondisi yang biasa Gw jumpai sehari-hari.


1. Kaana Toraya Coffee

Gw berjalan kaki dari kantor polsek Rantepao, tempat pemberhentian bis, menuju ke Kaana Toraya. Di tengah-tengah perjalanan, Gw membeli kartu sim dengan provider lain yang Gw harapkan sinyalnya akan lebih baik dari kartu sim utama Gw.

Gw memesan kopi juga nasi goreng. Rasanya roti tadi tidak cukup untuk sarapan hehe. Kopinya enak juga suasana tempatnya. Kedai kopi ini direkomendasikan oleh seorang teman. Terima kasih rekomendasinya, R!

pintu masuk Kaana Toraya

2. Pasar Tedong Bolu

Gw baru tahu saat itu juga kalau sedang ada hari pasar di Bolu. Sebelum pergi, Gw membeli kopi bubuk untuk bekal ngopi di rumah.
Pasar Bolu dapat dijangkau dengan angkot. Angkot di Toraja sekilas seperti mobil pribadi tapi plat-nya berwarna kuning. Ongkosnya berkisar Rp. 5000-10.000. 

Angkot tidak bisa sampai di pasar persis. Lokasi terdekat adalah turun di jembatan Bolu lalu berjalan kaki. Pasar ini terletak di tanah kosongPasar didominasi oleh laki-laki. Pasar ini khusus diselenggarakan untuk jual-beli kerbau. Dalam bahasa Toraja tedong berarti kerbau.

Sebenarnya sudah pernah tahu soal harga kerbau Toraja yang fantastis tapi baru ini melihat langsung bentuknya. Menurut salah seorang warga yang Gw tanya, makin unik warna badan dan mata kerbau makin mahal-lah harga jualnya. Oya, Gw baru tahu ada kerbau yang matanya putih.

penjual kerbau menanti pembeli

3. Ke'te Kesu'

Ke'te Kesu' sangat ramai hari itu. Sudah dapat diprediksi dari antrian panjang di loket tiket. Setelah menyerahkan uang Rp. 15.000 untuk tiket masuk, Gw bisa melihat tongkonan. Dari tongkonan jalan kaki menuju belakang toko-toko souvenir maka akan ditemui kuburan yang berbentuk rumah dan jika berjalan lagi kuburan yang diletakkan di tebing. Kuburan yang berbentuk rumah katanya biasanya untuk yang 1 keluarga. Banyak karangan bunga dibiarkan terletak di sekitar kuburan.

Kuburan yang terletak di tebing dilalui dengan menaiki anak-anak tangga yang sempit juga sedikit licin. Setelah naik tangga, lurus terus akan ditemui goa di ujung jalan. Terdapat guide yang siap mengantar ke dalam. Cukup membayar dengan seikhlasnya untuk jasa guide tapi ditarik biaya Rp. 30.000 untuk sewa senter. Gw sempat bercanda kalau pakai senter dari handphone saja tapi sepertinya mereka lagi tidak mau bercanda karena mukanya datar haha. Gw sebenarnya penasaran tapi campur takut karena gelap dan suasana yang mistis. Belum lagi Gw seorang diri, tidak ada pengunjung lain.

jalan masuk menuju goa

wadah biaya masuk goa ditaruh di depan goa

Gw ngopi sebentar di kedai kopi sebelum melanjutkan perjalanan ke Desa Lemo. Kedai ini mengarah langsung ke tebing. Ngopi dengan pemandangan masa depan :)

4. Kuburan Batu Lemo

Matahari tepat di atas kepala waktu Gw menuju Lemo. Hasil dari ngobrol dengan supir angkot, Gw disarankan untuk makan siang dulu di warung. Katanya pamarrasannya enak. Dan betul enak! Gw pesan pantollo pamarrasan. Pamarrasan itu kluwek kalau di Jawa makanya tampilan masakan ini berwarna hitam. Olahan pamarrasan ada banyak sebenarnya tapi Gw memilih yang belut. Untuk minumnya Gw pilih jus tamarillo atau jus terong belanda. Seger!

pantollo pamarrasan

Selama makan Gw berbincang dengan pemilik tempat makan. Kebetulan saat itu sedang sepi pelanggan. Mungkin karena tampilan Gw yang 'turis banget' dengan carrier segede gaban. Jadi, beliau bertanya Gw darimana dan percakapan pun bergulir ke topik-topik lain.

Tidak jauh dari tempat makan itu, sudah jalan masuk menuju kuburan batu. Bisa jalan kaki atau naik ojek. Masuk ke lokasi dikenai biaya sebesar Rp. 5.000 saja.

Berbeda dengan Ke'te Kesu, di sini sangat sepi. Gw satu-satunya pengunjung. Lagi-lagi Gw merasa serem apalagi berlama-lama. Kuburan tebing di sini dekat dengan persawahan. Pemandangannya indah.


Untuk keluar ke arah jalan besar, Gw kembali berjalan kaki. Kemudian disapa oleh seorang pria, ditanya akan kemana. Gw bilang : "Mau ke patung Yesus". Beliau menawarkan tumpangan karena katanya searah dengan tujuannya. Dengan naik VW, Gw diantar ke patung Yesus yang ternyata disebut Burake. 
Beliau juga bukan hanya mengantar di jalan masuk tapi akhirnya ikut sampai ke atas. Jalanan menuju patung berkelok-kelok dan elevasinya lumayan. 
Memang patung ini lokasinya tinggi dan pemandangannya bagus sekali! 

mulai mendung

Tiba-tiba langit jadi mendung dan angin bertiup kencang. Untung sudah puas mengambil gambar. Buru-buru kami turun dan karena Gw tidak menginap di Toraja, jadi Gw langsung menuju tempat bis. Kembali Gw diantar oleh pria tersebut. Baiknya :')
Semoga perbuatan baiknya diberi balasan oleh semesta!

Atas rekomendasi supir ojek online, Gw mencoba bis Primadona untuk menuju Makassar. Lagi-lagi Gw kehabisan jenis sleeper :(
Dan karena pengalaman kurang tidur, Gw memutuskan untuk upgrade. Gw lupa jenis bangkunya, yang Gw ingat hanya Gw harus menambah Rp. 50.000 lagi dari jenis standar. Dan beruntungnya Gw, tiba-tiba kursi Gw ditukar dengan yang paling depan! Lumayan lebih lega dan kan asyik bisa lihat pemandangan biarpun gelap ya.
Gw pun tidur nyenyak sepanjang jalan.


Sampai di Makassar masih pagi buta, Gw memutuskan untuk ngopi dan makan mie instan sambil bertukar cerita dengan bapak penjaga warung. Selama di Toraja juga Gw banyak ngobrol dengan warga lokal. Kebanyakan mereka kaget kenapa Gw berani bisa pergi sendiri ke Toraja. 
Awalnya Gw menjelaskan panjang lebar tapi akhirnya Gw jawab kenapa harus takut kan immanuel.

Immanuel, Tuhan beserta kita :)

31/03/22

Diposting oleh iylmagination di 00.58 0 komentar

 Cita-citaku ingin jadi simbah2 yg suka naik sepeda & punya warung soto

Jakarta, 31 Maret 2022. Ditulis saat sedang bekerja sembari berkontemplasi tentang tujuan hidup.

 

12/03/22

Bersepeda ke Selopamioro

Diposting oleh iylmagination di 00.54 0 komentar

Semenjak bisa mengendarai sepeda, agenda Gw tiap berlibur adalah bersepeda. Setelah Bali, kali ini Gw jajal bersepeda di Jogja. Sebuah manifesting yang terwujud waktu melihat media sosial orang-orang yg bersepeda di alun-alun kidul dan sebuah komunitas sepeda di Jakarta yang bersepeda ke Selopamioro.

Komunitas inilah yang menginspirasi destinasi bersepeda Gw kali ini yakni Selopamioro.

Selopamioro merupakan sebuah desa di wilayah Bantul. Gw tertarik karena wilayahnya yang asri. Sepertinya seru ya bersepeda melewati sawah-sawah, lihat sungai dan  melewati jembatan.

Jaraknya juga tidak terlalu jauh. Kalau lihat rute dari  Stravanya teman yang sudah pernah ke sana sih cuma 40 km pulang-pergi. Dia berangkat dari Prawirotaman yang artinya jarak tempuh tidak akan berbeda jauh karena penginapan Gw ada di Mantrijeron. Terakhir kali jarak terjauh Gw adalah 60 km. Jadi, ini masih cetek lah hehe.

Gowes belum jauh, sepeda Gw tiba-tiba ada yang aneh. Syukurnya tidak lama langsung ketemu bengkel sepeda. Jadilah Gw baru mulai jalan pukul 9. Gw lumayan ngebut di awal apalagi rute yang Gw lewati jalan besar tapi tidak  padat merayap. 

Gw sempat salah baca maps yang udah Gw simpan  sebelumnya dan karena males untuk benerinnya, Gw memutuskan untuk cari jalan lain. 

Awalnya masuk perkampungan tapi begitu ada sawah rasanya senang banget! Di Bali juga ngelewatin sawah sih tapi ini luas banget, sejauh mata memandang. Makin semangat Gw gowesnya untuk sampai tujuan. Sehabis dari persawahan, masuk ke wilayah yang kiri kanannya pohon semua sampai agak gelap. Wih seru! Maklum ya jarang-jarang yang seperti itu di Jakarta hehe.

Melewati jembatan gantung pengkol Imogiri tapi ternyata lihat di maps lebih mudah kalau lurus terus dari jembatan. Alasan aja sih supaya dua kali lewat jembatan hehe. Seru sih!

Gw berhenti sebentar di warung untuk makan siang. Lagipula koneksi internet tiba-tiba hilang.

Sembari makan mie instan rebus, Gw bertukar cerita dengan "Mas-mas" kurir yang juga lagi ngopi. Begitu Gw cerita soal klitih yang ramai di media sosial, si Mas ini ketawa. Taunya dia dulu sempat ikut karena peer pressure di sekolahnya. "Sekolah Saya yang terkenal dengan tattoo hello kitty itu lho, Mbak", katanya agak malu tapi ada sedikit nada bangga.

Waduh! Untung ga sok tahu dan ngomong aneh-aneh tadi soal klitih.

Biarpun koneksi internet tidak ada tapi banyak warung yang menyediakan WIFI termasuk warung tempat Gw makan. Numpang WIFI sebentar lalu lanjut gowes lagi.

Kurang dari 30 menit sampai deh! 



Gw mengambil rute yang berbeda untuk jalan pulang supaya bisa lihat sisi yang lain. Brongkosnya Kedai Rukun jadi motivasi gowes selanjutnya. Sampai di Kedai Rukun, di Strava total jarak tempuh 61 Km.

Sepeda sebagai moda transportasi selama di Jogja sangat Gw rekomendasikan, karena :

1. Minim diklakson. 

Betapa stresnya gowes di Jakarta. Sudah minggir, sudah hati-hati tapi tetap diklakson! Kondisi ini tidak Gw temui di Jogja. Mungkin ini karena memang sudah kebiasaan masyarakat Jogja jarang membunyikan klakson. Tapi Gw ada dua kali diklakson oleh mobil pribadi. Waktu Gw lihat plat nomornya hmm plat B. Plat nomor wilayah mana ya itu...

2. Banyak pengendara sepeda

Pengendara sepeda beragam dari yang muda sampai simbah-simbah, dari sepeda hits sampai ke sepeda tua. Ini didukung juga dengan jalanan yang ramah untuk pesepeda. Seperti di kota Jogja, misalnya disertai rute yang aman untuk pesepeda. Banyak rambu yang bertuliskan rute alternatif sepeda. Amsterdamnya Indonesia itu Jogja ya jangan-jangan?

3. Sewa sepeda murah

Sebagai perbandingan, biaya sewa seminggu di Jogja sama dengan biaya sewa 3 hari di Bali. Ini sudah termasuk lampu depan & belakang, helm, gembok juga biaya antar-jemput.

Lain kali kalau Gw punya kesempatan bersepeda ke Jogja, Gw akan ke Nawang Jagad. Atau kalau kemampuan sudah mumpuni, mau ke pantainya.

Semoga ya!




31/05/21

Short Escape : Pulau Mahitam, Lampung

Diposting oleh iylmagination di 21.06 0 komentar
Perjalanan kedua yang dilakukan secara impulsif setelah ke Semarang tahun lalu.

Di tengah gempuran kerjaan, Gw memutuskan berangkat ke Lampung. Packing, beli tiket ini itu juga booking hotel Gw lakukan mendadak. Destinasi Gw tentukan saat di bis menuju Pelabuhan. Yang penting sampai dulu di Lampung!

Biarpun solo traveling, Gw ga pernah merasa kesepian. Seperti saat di kapal, bosan dalam perjalanan Gw ditemani ngobrol oleh seorang Ibu juga anaknya yang masih kecil.


Dari Pelabuhan Bakauheni Gw sambung "travel" ke pusat kota dimana hotel tempat Gw menginap berada.
Gw sampai di Bandar Lampung sekitar pukul 18.00

Langit senja Bandar Lampung

Sesampainya di hotel, Gw merapikan barang, cuci muka dan pergi untuk makan malam. Laper!

Destinasi pertama : Kedai Tang
Tempatnya rumahan, sempat ragu & takut salah karena ga ada tanda-tanda kalau ini tempat makan.
Gw pesan nasi campur babi. Enak biarpun dagingnya agak keras. Dan lucunya, bisa-bisanya mati listrik pas Gw makan. Untung udah mau selesai.

Gw baru ngopi sekali sebelum berangkat. Jadi, lanjut cari kopi.

Destinasi kedua : Cikwo Resto & Coffee
Gw tau tempat ini dari hasil googling. Dari luar, tempatnya ga terlalu luas tapi di bagian belakangnya outdoor dan ada live music.
Playlistnya asik juga

Aksara Lampung di tangga Cikwo Resto


Lalu Gw kembali ke hotel dan menyelesaikan pekerjaan sampai lewat tengah malam.
Cuma bisa berharap kondisi badan Gw tetap fit karena besok juga harus bangun pagi untuk ke pantai.


Destinasi ketiga : Pulau Mahitam/ Maitem
Pulau ini masuk wilayah Kabupaten Pesarawan. Untuk menuju ke pulau ini banyak penyewaan perahu. Bisa sekali jalan atau bolak balik. Beruntungnya, Gw dapet harga reguler sudah PP dan tanpa penumpang lain. Ga harus nungguin sampai perahunya penuh.
Bapak yang punya perahunya juga ga masalah Gw main di pulaunya lebih lama. Malah beliau bingung Gw kenapa cuma sebentar. Kalau ga mikirin harus kerja mungkin lebih lama, Pak :(


Kalau lagi surut, pantainya bagus banget, jadi ada semacam jalan gitu. 


Meskipun dalam waktu yang serba terburu-buru, tidak mengurangi keasyikan perjalanan ini. Gw tetap bisa menikmati baca buku di pinggir pantai sambil minum kopi sachet-an yang Gw beli dari pedagang sekitar. Selain berkenalan dengan orang baru, buku bisa dijadikan "teman perjalanan" saat solo traveling.

Destinasi keempat : Pelelangan Ikan Lempasing
Biarpun waktu mepet tapi Gw sempet iseng mampir ke pelelangan ikan di pesawaran. Sayangnya, karena kesiangan jadi pelelangan sudah bubar. Tapi masih ada beberapa bapak-bapak yang mancing. Gw menyempatkan ngobrol dengan bapak-bapak ini. Maaf ganggu mancingnya ya Pak hehe.

Destinasi kelima : Flipflop Coffee
Sebelum menuju Pelabuhan lagi untuk pulang, Gw kerja sebentar di coffeeshop ini. Coffeeshop ini masih termasuk penginapan. Lokasinya ada diluar hotel.




Destinasi keenam : Amurwa Bhumi Graha
Niat awal Gw, Gw mau mencoba mie Khodon tapi ternyata tutup dan dekat dengan mie tersebut ada Vihara. Jadi, apa salahnya Gw coba berkunjung. Viharanya besar. Hasil dari ngobrol dengan penjaga Vihara, vihara ini akan direnovasi menjadi lebih besar lagi.


Setelah isi perut di KFC yang masih dekat dengan vihara, Gw naik ojek online sampai ke jalan raya menuju pelabuhan (Gw lupa nama jalannya) dan naik travel.

Kapal merapat di Pelabuhan Merak sekitar pukul 18.00.
Menurut info dari orang Dishub, bis menuju Jakarta terutama yang lewat Kalibata sudah mulai lama jarak waktu kedatangannya. Alhasil Gw harus menunggu lama...yah yasudah.
Ada rasa lega begitu bis sampai di daerah Kalibata. Gw lanjut ke rumah dengan naik ojek online karena saat itu sudah pukul 2 pagi, yang mana angkutan umum tidak ada dan rasanya mau cepat-cepat sampai kamar. Dan besok kerja lagi :D

10/08/20

Pertama Kali Naik Gunung

Diposting oleh iylmagination di 00.37 0 komentar
Bermula dari keinginan mau mencoba naik gunung sejak kuliah tapi selalu urung karena Gw punya alergi dingin. Dua tahun lalu sudah merencanakan mau naik gunung Prau sendiri. Sudah survey sana sini tapi giliran mental sudah siap, pandemi datang.

Kebetulan Gw dapat info kalau ada gunung yang lebih dekat dan cocok untuk pemula seperti Gw.
Namanya Gunung Kencana. Letaknya di daerah Cisarua, Bogor.
Gw berangkat dari Kota Bogor naik ojek online sampai ke Sukasari/ Mall Ekalokasari. 
Kemudian sambung naik angkot jurusan Cisarua. Diturunin sama abangnya sebelum pasar Ciawi karena macet :(
Atas anjuran warga setempat, Gw harus naik bis jurusan Cianjur untuk melanjutkan perjalanan dengan biaya Rp. 30.000

Minta turun di Telaga Warna. Biaya masuk kawasan Telaga Warna Rp. 25.000.
Info dari Aa yang jaga, untuk sampai ke basecamp tinggal ikutin jalan aja tapi sayangnya banyak percabangan jalan dan ga ada petunjuk arah yang jelas. 
Syukurnya masih bisa nanya orang yang lewat. Patokannya Danau terus SD Cikoneng.
Sepertinya singkat ya padahal lumayan jauh haha.
Lebih menghemat waktu kalau naik motor tapi akan kesulitan karena jalan yang berbatu.

Pemandangan danau

Setibanya di basecamp, Gw beli gorengan dulu hehe. Buat teman ngopi nanti di puncak.
Terus lanjut jalan menuju pos.
Di pos ini akan diminta kartu identitas dan biaya masuk sebesar Rp. 20.000. Juga ditanya apa mau menginap atau tektok (langsung pulang).
Dan karena Gw kesini masih dalam masa new normal jadi tetap dicek suhu tubuh. Tersedia juga keran & sabun untuk cuci tangan.

Gunung ini ketinggiannya "hanya" 1803 Mdpl. Bagi pendaki yang sering wara wiri mungkin kurang tinggi ya tapi bagi yang pemula ini lumayan buat pemanasan haha.
Apalagi Gunung ini ada Tanjakan Sambalado-nya. Lumayan pedes untuk yang baru pertama kali ngejajal mendaki gunung. Tapi Gw rasa lumayan juga bagi yang sudah pro kalau lagi ga bisa jauh-jauh dan rindu alam hehe.

Tanjakan Sambalado

Tanjakan Sambalado ini berbentuk tangga yang tersusun dari kayu-kayu. Untung kesana bukan saat abis hujan. Kebayang bakal licin banget. Tanjakan ini katanya kemiringannya sampai 45 derajat. 
Waktu naik sih memang lutut sampai nyentuh dada. Apalagi ditambah bawa carrier ya :(
Salut sama pendaki lain yang bawa carrier lebih besar.

Ketika papasan dengan pendaki yang turun, mereka selalu bilang :
"dikit lagi Mba" atau "semangat Mba" 
tapi kenyataannya nafas udah engap, jantung berdebar, kaki pegel...belum juga sampe. Biar begitu Gw tetap semangat :D


Karena tanah yang licin dan Gw kurang hati-hati, Gw jatuh biarpun sudah berusaha nyamber akar pohon buat pegangan.
Alhasil dapat oleh-oleh luka & kulit yang biru-biru.

Kurang lebih 45 menit akhirnya Gw sampai di puncak.
Terus : ooooo gini rasanya kebayar capenya.

Suasana di puncak, sudah banyak yang turun

Mendung dan agak berkabut ga mengurangi kekaguman Gw sama pemandangannya.
Jarang-jarang kan liat yang ijo-ijo di Jakarta :(

Persiapan masak air buat ngopi

Setelah puas bengong Gw siapin peralatan biar masak air. Mau ngopi ceritanya :D
Sambil ngopi berbagi cerita sama pendaki yang disana.
Awan hitam udah datang kirain bakal hujan ternyata ga. Untunglah. 

Turunnya kaki gemeter dan saat perjalanan pulang harus menghadapi macet juga hujan pas sampai di kota Bogor. 
Capek banget. Badan pegel-pegel tapi pas sampai rumah sebelum tidur malah cari info gunung lain yang bisa didaki.
Jadi ini yang namanya ketagihan naik gunung hmmm lalu ke gunung mana lagi ya!?

Ngopi kuy


HBD :)

 

IYLMAGINATION Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea